PROBLEMATIKA PENDIDIKAN INDONESIA
DAN DAMPAKNYA TERHADAP GENERASI MUDA
Oleh :
Nuryanto
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan pondasi
pembangunan suatu bangsa, jika pendidikan tidak berjalan dengan semestinya maka
pembangunan tidak akan terlaksana, atau bahkan dapat mengakibatkan krisis
multidimensi yang berkepanjangan. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan
media pembangunan yang memiliki posisi strategis dalam mengintegrasikan dan
mengatur sub-sub sitem dalam masyarakat. Pendidikan juga merupakan sarana
transformasi ilmu pengetahuan, yang meliputi sosialisasi ilmu pengetahuan,
pengembangan ilmu pengetahuan, sosialisasi norma dan nilai dalam masyarakat,
baik budaya, agama, maupun idiologi.
Indonesia merupakan negara yang sedang melakukan pembangunan pendidikan
sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945, namun dalam
perjalanannya timbul berbagai penyimpangan dan masalah-masalah didalam proses
perealisasiannya.
Masalah pendidikan di indonesia
bukan saja karena kualitas intelektualitas yang masih rendah, tetapi juga
diperparah dengan degradasi moral generasi muda yang masih belum bisa menyaring
perkembangan globalisasi. Tawuran antar pelajar, free sex, narkoba, dan
tindakan asusila maupun pelanggaran hukum banyak mewarnai pendidikan Indonesia,
bahkan hal ini dapat kita saksikan baik secara langsung maupun dimedia massa.
Banyak masyarakat mempertanyakan kinerja pendidikan dengan pandangan sekeptis,
namun kita juga tidak bisa menyalahkan lembaga pendidikan karena sebagai
masyarakat kita juga memiliki andil yang besar dalam proses pendidikan.
Berbicara mengenai masalah-masalah
pendidikan tentunya tiada habisnya, namun kita sebagai generasi muda harus
memiliki sikap kritis dalam membaca realitas yang sedang terjadi dalam
masyarakat, dan mungupayakan pencarian solusi terhadap permasalahan tersebut.
Upaya perbaikan tersebut sangat diperlukan dalam rangka membangun intelektual
yang mandiri dalam pembangunan dan bersaing dalam masyarakat global. Bukan saja
dalam membangun kecerdasan intelektual tetapi juga membangun kecerdasan
emosional dan spiritual generasi muda.
1.2 Rumusan Masalah
- Masalah apa saja yang dapat timbul dalam proses pendidikan?
- Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan munculnya masalah pendidikan?
- Bagaimanakah cara mengatasi masalah-masalah dalam pendidikan?
1.3 Tujuan
Dibuatnya Makalah
Adapun
tujuan penulis membuatan makalah ini adalah:Menjelaskan permasalahan pendidikan
di Indonesia dan upaya-upaya untuk menanggulanginya
II.PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Permasalahan Pendidikan
Indonesia
Pendidikan merupakan suatu diskursus
yang terpenting dan menempati posisis sentral dalam bidang kajian sosiologi.
Dalam sosiologi pendidikan inilah kemudian dibahas berbagai masalah tentang
pendidikan dengan tujuan mengendalikan proses pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik (Nasution, 1983). Pendidikan
bukan hanya terpusat pada instansi pendidikan saja melainkan juga pada tri
pusat pendidikan yaitu pendidikan dalam keluarga, pendidikan dilembaga
pendidikan formal (sekolah dan kampus/universitas) serta pendidikan
dimasayarakat.Namun dalam makalah ini
kami lebih mengutamakan pengkajian lembaga pendidikan formal.
Kenakalan remaja (jevenile
delinquency) bukanlah murni disebabkan oleh kesalahan pelajar atau siswa,
melainkan kenakalan remaja muncul dari permasalah multidimensional dalam diri
pendidikan itu sendiri. Asumsi dasarnya adalah individu merupakan representasi
dari masyarakat, sebagaimana konsep fakta sosial Durkheim.
Fakta
sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku
pada diri individu sebagaimana sebuah paksaan eksternal; atau bisa dikatakan
fakta sosial adalah keseluruhan cara bertindak yang umum dipakai suatu
masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari
manifestasi-manifestasi individu” (Durkheim, 1895/1982:13)
Dari pernyataan Durkheim itu dapat
kita tarik kesimpulan bahwa, tejadinya Penyimpangan kepribadian pelajar
dari norma-norma masyarakat tersebut bersumber dari pengaruh eksternal yang
terjadi diluar individu ( pranata, institusi, sosial dan lain sebagainya).
Sehingga dapat dikatakan penyimpangan dalam diri pelajar ataupun generasi
merupakan hanyalah akibat dan bukanlah pokok penyebab atau persoalan. Sehingga
dalam menganalisis pendididkan diperlukan kesatuan global dari sistem-sistem
dalam masyarakat.
2.2. Penyebab Munculnya Masalah
Pendidikan
Terdapat
pelbagai penyebab munculnya masalah pendidikan yang mendasar didalam pendidikan
indonesia antara lain:
2.2.1 Minimnya Sarana dan Prasarana Penunjang
Pendidikan
Sampai saat ini 88,8 persen sekolah
di indonesia mulai SD hingga SMA/SMK, belum melewati mutu standar pelayanan
minimal. Pada pendidikan dasar hingga kini layanan pendidikan mulai dari guru,
bangunan sekolah, fasilitas perpustakaan dan laboratorium, buku-buku pelajaran
dan pengayaan, serta buku referensi masih minim. Pada jenjang Sekolah Dasar
(SD) baru 3,29% dari 146.904 yang masuk kategori sekolah standar nasional,
51,71% katekori standar minimal dan 44,84% dibawah standar pendidikan minimal.
pada jenjang SMP 28,41% dari 34.185, 44,45% berstandar minimal dan 26% tidak
memenuhi standar pelayanan minimal. Hal tersebut membuktikan bahwa pendidikan
di indonesia tidak terpenuhi sarana prasarananya.
Dari data diatas menggabarkan
bagaimana lembaga pendidikan kurang memfasilitasi bakat dan minat siswa dalam
mengembangkan diri. Akibat tidak tersedianya fasilitas tersebut para pelajar
mengalokasikan kelebihan energinya tersebut untuk hal-hal yang negatif,
misalnya tawuran antar pelajar, kelompok-kelompok kriminal yang umumnya
meresahkan masyarakat. Setidaknya ada dua dampak dari kurangnya sarana dan
prasarana pendidikan
Dampak
kurangnya sarana dan prasarana pendidikan yaitu:
a. Rendahnya Mutu Output Pendidikan
Kurangnya sarana pendidikan ini berdampak pada rendahnya
output pendidikan itu sendiri, sebab di era globalisasi ini diperlukan
transormasi pendidikan teknologi yang membutuhkan sarana dan prasaranan yang
sangat kompleks agar dapat bersaing dengan pasar global. Minimnya sarana ini
menyebabkan generasi muda hanya belajar secara teoretis tanpa wujud yang
praksis sehingga pelajar hanya belajar dalam angan-angan yang keluar dari
realitas yang sesungguhnya..Ironisnya pemerintah kurang mendukung bahkan
cenderung membiarkan tercukupinya fasilitas pendidikan. Kerusakan sekolah,
laboratorium, dan ketiadaan fasilitas penunjang pendidikan lainnya menyebabkan
gagalnya sosialisasi pendidikan berbasis teknologi ini. Kerusakan sekolah
merupakan masalah klasik yang cenderung dibiarkan berlarut-larut dan celakanya
lagi hal ini hanya sekedar menjadi permainan politik disaat pemilu saja.
b. Kenakalan Remaja dan Perilaku yang Menyimpang
Secara psikologis pelajar adalah masa transisi dari remaja
menuju kedewasaan diamana didalamnya terjadi gejolak-gejolak batin dan luapan
ekspresi kretivitas yang sagat tinggi. Jika luapan-luapan dan pencarian jati
diri ini tidak terpenuhi maka mereka akan cenderung mengekspresikanya dalam
bentuk kekecewaan-kekecawaan dalam bentuk negatif. Sarana pendidikan yang
dimaksud disini, bukan hanya laboratorium, perpustakaan, ataupun
peralatan edukatif saja, tetapi juga sarana-sarana olahraga ataupun kesenian
untuk mengekspresikan diri mereka.
2.2.2 Kontradiksi-Kontradiksi dan Kakunya Kurikulum
Pendidikan
Dalam rangka mengatur dan mengendalikan pendidikan yang
sangat kompleks dibutuhkan suatu batasan dan aturan dalam mengawasi mutu
pendidikan suatu negara. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang
membutuhkan data yang tepat mengenai tingkat mutu pendidikan sebagai alat untuk
merancang arah pembangunan bangsa. Sehingga pemerintah berusaha meningkatkan
mutu pendidikan dengan menerapkan standar-standar pendidikan agar dapat
mempermudah negara dalam melakukan pembangunan.
Kurikulum pendidikan merupakan salah satu realisasi penjamin
berjalannya mutu pendidikan. kurikulum merupakan program dan isi dari suatu
sistem pendidikan yang berupaya melaksanakan proses akumulasi pengetahuan antar
generasi dalam masyarakat.Maksud baik pemerintah ini ternyata kurang sesuai
dengan kultur dan perkembangan zaman, dikarenakan kurikulum yang sekarang
dijalankan masih berbasis pada langkah teoretis dan cenderung mengesampingkan
nilai praksis pendidikan. Kurikulum yang sekarang digunakan dalam proses
belajar tidak jauh berbeda dengan zaman penjajahan belanda, dimana proses
pendidikannya hanyalah dalam langkah teoretis dan cenderung mencetak tenaga
kerja.
Standar pendidikan berupa Ujian Nasional (UN) dengan maksud
menyamaratakan nilai kemajuan dari sabang sampai merauke ini justru menimbulkan
ketidak adilan baru, di daerah timur Indonesia yang sangat jauh dari standar
minimal itu dipaksa mengikuti standar jakarta ataupun jawa yang notabene lebih
memiliki sarana pendidikan. Belum lagi kecurangan-kecurangan pendidikan dalam
ujian nasional. Penentuan kelulusan yang hanya ditentukan waktu kurang dari
satu minggu mendapat banyak kecaman dari masyarakat, dengan alasan pemaksaan
nilai tersebut bukanlah ukuran kemajuan pendidikan justru menimbulkan tekanan
batin dan kecurangan-kecurangan dalam pendidikan.
Kurikulum
pendidikan indonesia kurang mengajarkan sikap kritis dan kreatif dan cenderung
bersifat mendoktrin pelajar. Selain itu kurikulumnya lebih bersifat mencetak
pekerja daripada menumbuhkan pembuat pekerjaan (interprener). Hal itu
dibuktikan dengan superioritas guru terhadap pelajar, sehingga proses belajar
bukannya transformasi melainkan doktrinasi.
Dampak
yang paling nyata dari rancun dan kakunya kurikulum pendidikan ini adalah
pengangguran terdidik yang semakin meningkat. Menurut data ??. hal ini
mengindikasikan bukanlah transformasi ilmu melainkan doktrianasi ilmu
2.2.3 Pendeskreditan Moralitas
Pendidikan moralitas merupakan suatu
hal yang sangat penting dalam mendukung pembanguanan suatu bangsa sebagai alat
untuk mengimbangi globalitas dan degradasi norma dalam masyarakat. Bahkan
Durkheim mengkaji moralitas sebagai kajian pokoknya. Moralitas tentunya
tidak akan hilang dari masyarakat melainkan moralitas hanya berubah dari suatu
bentuk kebentuk lainnya, namun jika bentuk tersebut kacau maka akan cenderung
menghambat perkembangan masyarakat.
Dalam perjalanannya banyak kasus
moralitas dalam pendidikan indonesia, misalnya kasus kekerasan ini tidak hanya
dilakukan sesama murid ironisnya guru juga melakukan kekerasan secara fisik
kepada murid sebaimana diberitakan dimedia massa. Tentunya kekerasan ini
mengganggu perkembangan secara psikologis pelajar dan mendorong legalisasi
kriminalitas dan kekerasan kepada siswa
2.2.4 Liberalisasi
Pendidikan
Jika kita melihat sejarah kebelakang, sebenarnya liberalisme
merupakan tahap perkembangan lanjut dari penjajahan negara-negara maju kepada
negara dunia. Dalam sejarah domonasi eksploitasi ini dibagi dalam tiga
fase. Fase pertama disebut dengan masa kolonialisme yang ditandai dengan
ekspansi secara fisik kapitalisme di eropa untuk memastikan perolehan bahan
baku. Fase kedua disebut masa neokolonialisme dimana penjajah tidak lagi
mencengkram secara fisik melainkan secara substantif melalui teori dan proses perubahan
sosial, yaitu dengan mendekte atau mengintervensi kebijakan ekonomi, sosial dan
politik yang cenderung merugikan negara bekas koloni. Fase yang ketiga adalah
masa liberalisasi yaitu dengan memberlakukan perdagangan bebas dalam lingkup
global tanpa melihat kondisi negara berkembang yang masih buta teknologi,
sehingga liberalisasi cenderung menguntungkan negara-negara maju. Perkawinan
antara globalisasi dan liberalisasi ini menimbulkan monopoli-monopoli perusahan
besar.Ironisnya bukan hanya ekonomi saja yang mengalami liberalisasi, kesehatan
bahkan pendidikan tidak luput dari liberalisasi yang menjurus pada
komersialisasi pendidikan. Dengan landasan mengikuti “Konsesus Washington”
pemerintah membiarkan dan melepas tanggung jawab sebagai penjamin hak memperoleh
pendidikan sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945.
Bentuk pelepasan tanggung jawab ini dapat dilihat dalam
peraturan presiden 1ndonesia no 77 tahun 2007, tentang Daftar Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Dibidang Penanaman
Modal atau biasa disebut BHP pendidikan (Badan Hukum Pendidikan). Dalam
peraturan disebutkan bahwa pendidikan dasar, menengah, pensisikan tinggi dan
pendidikan nornformal dapat dimasuki oleh modal asing dengan batasan
kepemilikan modal maksimal 49 persen. Ini indikasi jelas bahwa telah terjadi
komersialisasi pendidikan sebagai komunitas dagang atas nama liberalisasi.
Liberalisasi pendidikan tanpa melihat kondisi objektif
masyarakat indonesia yang sebagaian besar masih miskin ini, justru
menjerumuskan rakyat kepada kebodohan. Pendidikan tak ubahnya menjadi sarana
mobilisasi dalam merebutkan kekayaan dan mempertahankan status quo bagi
orang-orang yang kaya. Akibat liberalisasi pendidikan ini tentunya rakyat
miskin tidak mampu membiyayai pendidikan, sehingga dapat dikatan liberalisasi
dan sahamisasi.
2.3. Reformasi Pendidikan
Reformasi pendidikan merupakan upaya dalam memperbaiki dan
mengembalikan fungsi pendidikan sebagai mestinya. Jika pendidikan tidak segara
direformasikan maka akan memperburuk kualitas pendidikan dan akhirnya dapat
menyebabkan terbengkalainya pembangunan. Untuk mereformasi pendidikan
diperlukan suatu sistem yang kritis konstruktif, terbuka, dan
emansipatif. Pendidikan kritis merupakan solusi terbaik dalam memperbaiki
pendidikan
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam memperbaiki pendidikan
ini antaralain:
2.3.1 Meningkatkan Sarana dan Prasarana
Pendidikan
Dalam rangka meningkatkan output
pendidikan tentunya kita harus menaikan cost (harga), menaikkan harga disini maksudnya
adalah meningkatkan sarana dan prasarana penunjang pendidikan. Adapun sarana
tersebut meliputi sarana fisik dan non fisik.
a. Sarana
fisik
Pemenuhan
sarana fisik sekolahan ini meliputi pembanguan gedung sekolahan, laboratorium,
perpustakaan, sarana-sarana olah raga, dan fsilitas pendukung lainnya. Dalam
hal ini tentunya pemerintah memegang tanggung jawab yang besar dalam pemenuhan
ini, karena pemerintah berkepentingan dalam memajukan pembangunan nasiaonal.
Jika sarana belajar ini telah terpenuhi tentunya akan semakin memudahkan
transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. .
Sarana non fisik
Sarana
non fisik ini diibaratkan soft ware dalam komputer, jika soft ware ini dapat
mengoprasikan perangkat komputer dengan baik maka pekerjaan akan cepat selesai.
Begitu juga dalam pendidikan jika sistem dan pengajarnya bermutu maka akan
mempercepat pembangunan nasional.
Hal
ini dapat dilakukan dengan cara:
1.
Peningkatan kualitas guru
Kualitas guru harus ditekankan demi
berjalannya pendidikan itu sendiri, tugas guru adalah merangsang kreativitas
dan memberi pengajaran secara fleksibel, artinya berkedudukan seperti siswa
yang belajar tidak ada patron client. Peningkatan mutu ini bukan hanya pada
intelektual guru saja, melainkan juga mengembangkan psikologis guru itu sendiri
misalnya dengan memahami karakteristik siswa, psikologi perkembangan dan
sebagainya.Dengan adanya peningkatan ini tentunnya akan berdampak pada
membaiknya output pendidikan. Dikarenakan guru dapat menempatkan dirinya
sebagaimana mestinya dan bersifat fleksibel. Kenakalan remaja biasanya terjadi
justru karena prilaku guru itu sendiri misalnya melakukan hukuman fisik kepada
siswa ataupun penekanan psikologis.
2. Pembentukan
lembaga studi mandiri
Pembentukan lembaga studi mandiri
ini berfungsi sebagai wadah pengembangan kpribadian siswa.. Jika lembaga studi
ini dapat dibentuk tentunnya akan memperbaiki kualitas fakultas maupun menambah
pengalaman mahasiswa.
2.3.2
Reformasi
Kurikulum Pendidikan
Kurikulum merupakan jiwa dari lembaga pendidikan, jika dalam
kurikulum terdapat banyak penyimpangan dan kontradiksi-kontradiksi tentunya
akan merusak citra pendidikan itu sendiri. Pengembangan kurikulum diharuskan
sesuai dengan kultur masyarakat artinya tidak begitu saja menelan mentah-mentah
teori pendidikan barat kedalam pendidikan indonesia. Negeri jepang misalnya
walaupun mempelajari bahan ajaran Barat namun mereka menyesuaikan dengan kultur
dalam masyarakat.Dalam kurikulum ini harusnya mengutamakan keadilan dan
kesetaraan, tidak ada pengelompokan berdasarkan suku, agama, maupun
golongan-golongan. Pendidikan merupakan hak dasar bagi masyarakat
sebgaimana diamanatkan oleh UUD 1945, jadi dalam masalah biaya tentunya negara
mempunyai kewajiban dalam pendanaan pendidikan. Anggaran Perencanaan Belanja
Negara 20% untuk pendidikan harus diawasi dan direalisasikan perwujudannya
sehingga bukan hanya menjadi wacana politik saja.
2.3.3
Mewujudkan pendidikan inklusif dan
anti diskriminasi
Pendidikan
yang saat ini masih terlibat dengan berbagai diskriminasi dan ekskluisasi
terhadap pelajar. Sehingga kadangkala masyarakat memandang bahwa pendidikan
hanyalah sebagai alat untuk mobilitas sosial dan mempertahankan satatus quo
orang-orang kaya. Anak-anak pemilik modal lebih mendapatkan keistimewaan
fasilitas dari pada masyarakat miskin sehingga timbul pesimisme terhadap
netralitas pendidikan.
Pendidikan
inklusif didiasarkan pada beberapa prinsip dasar antara lain:
1.
Setiap orang secara inheren punya hak terhadap
pendidikan atas dasar kesamaan kesempatan sebagaimana yang diamanatkan UU, jadi
tidakada alasan sekolah untuk menolak pelajar yang miskin.
2.
Tidak
boleh ada siswa yang tereksklusi dan terdiskriminasi dalam pendidikan dengan
berbagai alasan apapun, baik dari ras, warna kulit, gender, bahasa, agama,
politik, difabelitas, dan lain sebagainya.
3.
Semua
anak pada dasarnya dapat belajar dan mendapat manfaat dari pendidikan, sehingga
pendidikan bertugas mengembangkan potensi otak anak.
4.
Sarana
dan prasarana disediakan pemerintah dari pajak.
5.
Pandangan
dan opini peserta didik harus didengarkan dan diperhatikan (demokrasi
pendidikan).
6.
Perbadaan
individu merupakan suatu anugrah, sehingga guru harus mencari pendekatan
karakteristik dan kompetensi peserta didik.
7.
Pendidikan
bukanlah asimilasi tetapi apresiasi perbedaan, adupun pelaksanaannya dilakukan
secara kontinyu bukannya instan.
Pendidikan juga harus lebih mengutamakan langkah praksis
dengan mencetak generasi muda yang mandiri dan dapat mengolah sumberdaya
alam serta memproduksi lapangan kerja bukan hanya mencetak mental pekerja.
Kesadaran sosial generasi muda juga perlu ditingkatkan sebagai wujud pengabdian
pendidikan terhadap masyarakat. Mewujudkan pendidikan yang memanusiakan manusia
bukanlah mimpi, jika dilakukan secara kontinyu dan intensif.
III.SIMPULAN
Tejadinya menyimpangan kepribadian pelajar dari
norma-norma masyarakat bukanlah murni disebabkan oleh kesalahan pelajar
atau siswa, melainkan penyimpangan ini muncul dari permasalah multidimensional
dalam diri pendidikan itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan penyimpangan dalam
diri pelajar ataupun generasi muda, hanyalah sebagian dampak kecil dari berbagai
masalah dalam dunia pendidikan dan bukanlah pokok penyebab atau persoalan.
Sehingga dalam menganalisis pendididkan diperlukan kesatuan global dari
sistem-sistem dalam masyarakat.
Masalah pendidikan di Indonesia bukan saja karena kualitas
intelektualitas yang masih rendah, tetapi juga diperparah dengan degradasi
moral generasi muda yang masih belum bisa menyaring perkembangan globalisasi.
Tawuran antar pelajar, free sex, narkoba, dan tindakan asusila maupun
pelanggaran hukum banyak mewarnai pendidikan Indonesia, bahkan hal ini dapat
kita saksikan baik secara langsung maupun dimedia massa. Namun semua itu
bukanlah alasan bagi kita untuk cenderung menyalahkan pendidikan, karena kita
sendiri memiliki tanggung jawab yang besar dalam proses pendidikan.
Dalam memperbaiki masalah pendidikan itu dapat dilakukan
dengan cara mereformasi kurikulum yang lebih merakyat, menyediakan sarana,
prasarana, menjalankan pendidikan anti diskriminasi, dan sebaginya. Selain itu
pendidikan juga diharapkan melaksanakan tugasnya yaitu, memperjuangkan
masayarakat dari penindasan dengan menanamkan sikap sadar sosial dan membangun
mentalitas kemandirian anak didik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
Amin dkk. 2006. Sosiologi Reflektif. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga
A. Ferry T. Indriarto. 2007.
Kurikulum Identitas Kerakyatan dalam Kurikulum yang Mencerdaskan, Visi 2030 dan Pendidikan
Alternatif. Jakarta: Kompas
Nuryanto
Agus. 2010. Mazhab Pendidikan Kritis. Yogyakarta: Resist Book
Terima Kasih atas infonya.
BalasHapusalifqofrahamzah.blogspot.co.id